Setelah menjalani penundaan pada bulan Maret dan April, pemilihan
dekan FISIP pun akhirnya kembali dilaksanakan. Hal ini ditandai dengan ditetapkannya
jadwal pemilihan pada Rabu pekan ini (3/5). Nantinya tiga calon dekan akan bersaing
merebut suara rektor dan 13 anggota senat fakultas untuk menduduki bangku dekanat
FISIP selama 4-5 tahun mendatang, yaitu Asmu’i, Guru Besar Ilmu Administrasi Publik; Mukhtar Sarman, Doktor
Bidang Ilmu Administrasi Publik; dan Budy Setiady, Doktor dan Pakar Sosiologi Ilmu
Pemerintahan.
Sayangnya, euphoria
pemilihan dekan FISIP Unlam ini tidak 100% dirasakan oleh mahasiswa FISIP. Hal ini
disebabkan tidak semua mahasiswa FISIP mengetahui adanya pemilihan dekan baru dan
penyelenggaraannya. Hasil yang miris pun diperoleh dari survey sederhana dan acak
134 responden yang semuanya adalah mahasiswa FISIP. 1 dari 4 responden menyatakan
tidak mengetahui sama sekali akan adanya pemilihan ini. Ditambah dengan hasil survey lainnya yang menyatakan 3 dari 4 responden tidak mengetahui siapa saja
yang maju menjadi calon dekan FISIP yang baru. Hasil survey tersebut cukup mengejutkan
mengingat mahasiswa juga tercantum sebagai bagian dari civitas akademika. Fenomena
ini sangat miris mengingat banyak sekali mahasiswa yang notabenenya adalah mahasiswa ilmu sosial dan ilmu politik, mereka sama
sekali tidak mengetahui situasi politik yang terjadi di fakultasnya maupun kronologis
dan profil calon dekan mereka sendiri.
Padahal banyak lobi-lobi politik yang terjadi sekitar dewan
senat fakultas terkait pemilihan calon dekan mendatang. Riuh desas-desus pun mungkin
hanya dirasakan oleh para dosen dan sebagian mahasiswa yang sekedar mengetahui.
Bahkan, pemilihan sempat ditunda dua kali dikarenakan permintaan penundaan dari
rektor. Entah karena kesibukannya sebagai rektor maupun kesibukan personalnya, yang
akhirnya diselenggarakan pemilihan awal untuk penjaringan dan penyaringan calon
dengan hasil 3 orang yang terpilih sebagai kandidat calon dekan baru.
Pemilihan Dekan :
Banyak yang Tahu tapi Banyak yang Tak ‘Mengetahui’
Menurut hasil survey yang diadakan
Tim INTR-O (28/4) pada 134 responden yang semuanya masih berstatus sebagai mahasiswa
aktif FISIP Unlam, ditemukan bahwa 22,9% menyatakan tidak mengetahui sama sekali
akan adanya pemilihan tersebut dan 74,6% tidak mengetahui siapa calon dekan FISIP
yang baru. Fenomena ini senada dengan apa
yang diungkapkan oleh Muhammad Riyadh Al Khair, aktivis sekaligus ketua DPM FISIP
Unlam periode 2017-2018. Ia mengungkapkan bahwa pemilihan dekan baru kali ini seharusnya
menjadi sebuah momentum baru bagi para mahasiswa untuk ikut dalam gempita politik
serta mengawal hasil voting pemilihan
kedepannya, disamping mahasiswa tidak diperkenankan turut andil dalam pemilihan
tersebut. “Sangat
disayangkan apabila momentum pemilihan dekan ini tidak diketahui oleh mahasiswa,
secara kan mahasiswa juga civitas akademika dan kita sekarang berada di era keterbukaan,” jelas Riyadh
Apa yang diungkapkan Riyadh dan hasil survey oleh Tim INTR-O
pun mengundang sebuah tanda tanya besar. Apakah memang pemilihan dekan ini terkesan
sangat ditutup-tutupi ataukah memang mahasiswa FISIP sendiri yang memiliki tingkat
apatis yang tinggi? Saladin Ghalib, dekan FISIP saat ini pun buka suara. “tidak ditutupi kok, mahasiswa
saja yang malas ke kampus,” pungkasnya saat diwawancarai
di tengah kesibukannya di kantor dekan.
Ungkapan kontras diperoleh dari wawancara beberapa Ketua Program
Studi (KPS) di FISIP Unlam. KPS dalam statuta universitas dinyatakan sebagai anggota
senat yang juga memiliki hak suara dalam pemilihan tersebut. Salah satunya yaitu
Nur Iman, selaku KPS Administrasi Publik, ia mengatakan bahwa tertutupnya pemilihan
dekan fakultas memang karena aturan yang berlaku di kampus dan statuta universitas
yang valid. “memang
desain atau tata cara pemilihanya juga sudah diatur seperti itu, dari univeristas
atau peraturan rektor,” kata Nur Iman.
Hal tersebut juga seirama diungkapkan oleh Sri Astuty, KPS
Ilmu Komunikasi. Ia mengatakan bahwa pemilihan dekan memang tertutup karena memang
sudah diatur dalam statuta universitas. Ia menambahkan bahwa anggota senat berfungsi
sebagai perwakilan suara dari civitas akademika dalam mengatur dan memutuskan suatu
regulasi yang ada di fakultasnya, termasuk pemilihan calon dekan baru. “Ya kan memang tertutup
karena sudah ada di statuta universitas, jadi senat sebagai perwakilan fakultas
akan memilih dekan yang baru nanti,” tambahnya.
Penundaan Dua Kali,
Rektor : “Karena Memang Saya yang Minta”
Entah memang mahasiswa FISIP yang apatis atau memang pemilihan
dekan yang ‘sengaja’ tidak terbuka informasinya, menjadikan banyak sekali hal-hal
unik dan menarik yang terjadi pada pemilihan dekan tahun ini. Pertama, yaitu terjadinya
penundaan sebanyak 2 kali (Maret dan April)
karena ketidakhadiran Sutarto Hadi selaku rektor dalam pemilihan dekan yang pertama.
Semua senat yang berhasil tim INTR-O wawancarai menyatakan penundaan ini diakibatkan
oleh kesibukan rektor. Pernyataan ini pun diperkuat oleh Saladin Ghalib di sela
wawancara. “ditunda
kemaren itu ya karena rektor sibuk,” jawab Saladin.
Jawaban yang sama juga diperoleh dari Mariyono, KPS Administrasi
Bisnis yang menjabat sebagai sekretaris panitia pelaksana pemilihan dekan FISIP
yang baru. Ia mengungkapkan bahwa penundaan rapat senat untuk pemilihan dekan ditunda
hingga dua kali sampai pada Rabu (3/5) mendatang dan itu masih ada kemungkinan penundaan
lagi oleh rektor. “Memang
karena Pak Rektor ada kesibukan makanya jadi diundur hingga 2 kali, dan itu Pak
Rektor yang minta penundaan tersebut sampai Rabu depan,” tambah Maryono.
Ditemui dalam wawancara singkat bersama Sutarto Hadi di sela-sela kunjungannya
ke FKIP, ia membenarkan bahwa penundaan tersebut diakibatkan padatnya jadwal kegiatan
rektor. Ia juga mengamini bahwa ialah yang meminta rapat pemilihan dekan FISIP yang
baru ditunda sampai dua kali karena ada beberapa pertemuan di luar daerah yang harus
ia hadiri. “Iya memang
benar, pertama kemaren itu saya harus ke Kutai Kartanegara karena ada kerjasama
dengan bupati Kutai, jadi saya bilang mohon diundur dulu,” jawab Sutarto dengan santai.
Andil 35 Persen Hak
Suara ‘Pak Rektor’
Penundaan ini menunjukkan bahwa rektor memiliki andil yang
sangat besar dalam pemilihan dekan di FISIP. Mengingat, pemilihan dekan sendiri
tidak dapat dilangsungkan tanpa kehadiran rektor. Mariyono menuturkan bahwa andil
suara rektor mencapai 35 persen atau 7 dari 20 jumlah suara pada pemilihan dekan
nantinya. Ia menambahkan bahwa karena jumlah hak suara rektor tersebut lah kehadiran
rektor menjadi prioritas utama pada rapat senat Rabu mendatang. “Karena hak suara yang
dimiliki Pak Rektor itu 35 persen dari total suara senat kampus nantinya” ujarnya.
Tidak bisa dipungkiri memang rektor
memiliki andil yang sangat besar dalam pemilihan dekan. Salah satu andil rektor
ini dapat sangat berpengaruh dalam menentukan kemenangan salah satu calon. Ini karena
rektor memiliki 35% suara atau 7 dari 20 suara. 13 suara sisanya dipegang oleh 13
anggota senat yang diusung dari masing-masing program studi. Disinggung mengenai
besarnya suara yang dimiliki rektor, Sutarto Hadi menerangkan bahwa hal tersebut
sudah termaktub dalam statuta universitas. “ini sesuai dengan SK Senat dan SK Rektor,” jawabnya.
Ungkapan yang kontras dan satir pun dilontarkannya oleh Saladin
selaku Dekan FISIP dalam menanggapi hak suara yang diperoleh rektor dalam pemilihan
dekan fakultas. Ia mengungkapkan alasan dibalik banyaknya suara yang dipegang oleh
rektor adalah faktor hak prerogratif (istimewa) dan wewenang yang dimiliki oleh
rektor dalam meregulasi dan memutuskan SK dekan dan rektor dalam bentuk statuta
universitas. “Ya itu karena
rektor mau,” kata Saladin sambil tertawa.
Lobi-Lobi Politik
dan Proses Pemilihan Dekan
Mengingat besarnya suara yang dimiliki oleh rektor, lobi-lobi
politik pun sering diterima. Menurut rektor, ketiga calon dekan memang sudah pernah
datang menghadap dirinya. Sutarto menambahkan bahwa ketiga calon pun sudah mempresentasikan
program-program kerjanya jika nanti terpilih. Ia menerangkan bahwa ia akan memilih
calon yang memang representatif dan sesuai dengan visi dan misi fakultas yang selaras
dengan visi misi universitas. “Saya juga akan mempertimbangkan dengan seksama calon yang
akan saya pilih, mana program mereka yang sesuai dan applicable untuk fakultas dan universitas beberapa tahun mendatang,” ujar Sutarto.
Selain rektor, anggota senat lainnya
pun mengaku menerima lobi politik dari ketiga calon dekan, Namun, mereka tidak mau
mengungkapkan bentuk lobi politik yang mereka terima. Pada tahap penyaringan, Saladin mengungkapkan jumlah
voting rapat senat yang menghasilkan :
Budy Setiady mendapatkan 7 suara, Asmu’i 4 suara dan Mukhtar Sarman 1 suara, 1 suara sisanya bersifat
abstain. Namun suara yang didapat calon
dekan dalam penyaringan tidak memiliki arti apapun. Ketiga calon dekan tetap memiliki
kesempatan untuk maju ditahap ketiga atau tahap pemilihan.
Keterlibatan Mahasiswa
Dalam Pemilihan Dekan
Nur Iman selaku KPS Administrasi Publik sekaligus anggota
senat fakultas mengatakan akan menerima masukan dari berbagai pihak terkait penyelenggaraan
pemilihan dekan FISIP mendatang, salah satunya keterbukaan informasi dan audiensi
calon dekan kepada para mahasiswa. “Nanti ke depannya akan kita usahakan terbukanya informasi
mengenai calon dekan kepada para mahasiswa, sekiranya
kada tekajut jar urang Banjar tuh.
Tapi, tetap saja mahasiswa tidak memiliki andil dalam proses pemilihan dekan nanti,” tuturnya.
Kenyataan ini disayangkan oleh Riyadh,
ketua DPM FISIP UNLAM. Ia berpendapat bahwa setidaknya ada keterlibatan mahasiswa
dalam pemilihan dekan fakultas walaupun tidak memiliki hak suara, karena seyogyanya
mahasiswa juga termasuk dalam civitas akademika fakultas. “Mahasiswa berharap dapat
dilibatkan dalam pemilihan dekan walaupun tidak berbentuk langsung hak suara, tetapi
melalui audiensi atau komunikasi dengan calon yang diusung,” usul Riyadh.
Harapan
Riyadh ini senada dengan survey yang dilakukan Tim INTR-O kepada beberapa mahasiswa.
Pada survey yang juga dilakukan kepada responden yang sama, kami mendapati 9 dari 10 mahasiswa atau 88,6% menyatakan
bahwa mahasiswa harus punya andil dalam pemilihan dekan fakultas mereka. Tetapi,
nada satir dilantunkan oleh Sutarto menjawab opini mahasiswa tersebut. Menurutnya,
mahasiswa tidak perlu repot-repot mengurusi dan ikut berpartisipasi dalam pemilihan
dekan fakultas mereka. “mahasiswa itu tugasnya belajar saja, gak perlu repot-repot
mengurusi dekan,” tutupnya. (Tim Redaksi)